INSTRUMEN MONETER ISLAMI
PENDAHULUAN
Kebijakan moneter merupakan instrumen Bank Sentral
yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi
variable-variabel financial seperti suku bunga dan tingkat penawaran
uang.. Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan
nilai uang baik terhadap factor internal maupun eksternal. Stabilitas
nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan
mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu Negara,
seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan
kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas
ekonomi.
Secara
prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang
(baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi
yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang
tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
…………وَأَوْفُواْ الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ…….
“……. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”
Kerangka
kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya
haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan
melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas
perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial
umum.
Pelaksanaan
kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas moneter
sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan
moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan
instrumen apa target tersebut akan dicapai.
PEMBAHASAN
A. Instrumen Moneter Konvensional
Jumlah
uang beredar dalam ekonomi, diatur oleh instrumen suku bunga dalam
ekonomi modern, dan dikontrol oleh bank sentral. Ketika terjadi inflasi,
bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, agar
tidak banyak uang yang mengalir ke bank komersial, dan sedikit pula uang
yang mengalir ke dalam ekonomi, sehingga pada akhirnya bisa menurunkan
uang beredar. Bank Sentral dalam melakukan implementasi kebijakannya
mempunyai empat macam instrument utama, yaitu :
1. Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual surat
berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin
menambah suplai uang maka bank sentral akan membeli obligasi, dan
sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar maka bank sentral
akan menjual obligasi.
2. Penentuan
Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral umumnya
menentukan angka rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan
kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa disebut minimum legal
reserve ratio. Apabila bank sentral menurunkan angka tersebut maka
dengan uang tunai yang sama, bank dapat menciptakan uang dengan jumlah
yang lebih banyak daripada sebelumnya.
3. Penentuan
Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank umum
atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the last lender
resort). Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan tingkat
suku bunga sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek yang
berlaku di pasar bebas. Discount rate yang bank sentral kenakan
terhadap pinjaman ke bank komersial mempengaruhi tingkat keuntungan bank
komersial tersebut dan keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika
discount rate relatif rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, maka bank
komersial akan mempunyai kecendrungan untuk meminjam dari bank sentral.
4. Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa himbauan/bujukan moral yang
memengaruhi tindak-tanduk para bankir dan manajer senior
institusi-institusi finansial dalam kegiatan operasional keseharian
bisnisnya, agar searah dengan kepentingan publik/pemerintah.
B. Instrumen Moneter Islami
Walaupun
pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya
secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional
terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang
mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah
tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate
return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target
pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan
moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga
sebagai target/sasaran operasionalnya
Dalam
ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat
menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam
memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi
moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen
bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan
atau menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat
untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain :
1. Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh bank
sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.
sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.
2. Moral Suassion
Bank
sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit
sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan
depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam
ekonomi.
3. Lending Ratio
Dalam
ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending ( meminjamkan ), lending ratio
dalam hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
4. Refinance Ratio
Adalah
sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio
meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance
ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di
dorong untuk memberikan pinjaman.
5. Profit Sharing Ratio
Ratio
bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai
suatu bisnis. Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio
sebagai instrumen moneter, dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan
jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
6. Islamic Sukuk
Adalah
obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan
mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank
sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki
kapasitas untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar.
Government Investment Certificate
Penjualan
atau pembelian sertipikat bank sentral dalam kerangka komersial,
disebut sebagai Treasury Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri
Keuangan dan dijual oleh bank sentral kepada broker dalam jumlah besar,
dalam jangka pendek dan berbunga meskipun kecil. Treasury Bills ini
tidak bisa di terima dalam Islam, maka sebagai penggantinya diterbitkan
pemerintah dengan system bebas bunga, yang disebut GIC: Government
Instrument Certificate. Kapan
pun bank sentral ingin menurunkan jumlah uang beredar, sertifikat
tersebut akan dijual kepada bank komersial, begitu sebaliknya, ketika
bank sentral membeli sertifikat tersebut berarti bank sentral ingin
meningkatkan jumlah uang beredar.
Menurut Chapra mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah Islam harus mencakup enam elemen yaitu:
1. Target
Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus menentukan
pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi
nasional.Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered
money:uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral
harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk
pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang
ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian
Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam
bentuk mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai
instrument kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit.
2. Public
Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand
deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada
pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.
3. Statutory
Reserve Requirement. Bank-bank komersil diharuskan memiliki cadangan
wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory reserve
requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus
membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank
Sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana
yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial ini.
4. Credit
Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang
boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa
penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi
yang sehat antar bank komersial.
5. Alokasi
Kredit Berdasarkan Nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat . Alokasi kredit mengarah pada optimisasi
produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian
besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga
diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya
jaminan kredit yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komerisal
untuk mengurangi risiko dan biaya yang harus ditanggung bank.
6. Teknik
Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif diatas harus dilengkapi dengan
senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan
termasuk diantranya moral suasion atau himbauan moral.
Saat
ini terdapat beberapa bank sentral, baik yang menggunakan single
banking (bank Islam saja) maupun dual banking system yang telah
menciptakan dan menggunakan instrumen pengendalian moneter ataupun
menggunakan surat berharga dengan underlying pada transaksi-transaksi syariah. Prinsip transaksi syariah yang digunakan antara lain adalah Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah.
KESIMPULAN
Perbedaan
utama kebijakan moneter konvensional dan Islam adalah Islam tidak
mengakui adanya instrumen suku bunga karena jelas dalam Alqur’an riba
itu sangat dilarang atau haram. Hikmah pelarangan riba agar terjadi
hubungan partnership antara pemilik modal dan usaha secara adil.
Sejumlah
intrument kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi
Islam seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit
ceiling, moral suasion and change in monetary base, equity based type of
securities.masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit,
sepanjang sesuai dengan prinsip transaksi syariah antara lain adalah
Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah
Kebijakan
moneter yang dikelola dengan baik akan menghasilkan tingkat
perekonomian yang stabil melalui mekanisme transmisinya pada harga dan
output yang pada akhirnya membawa efek pada variabel-variabel lain
seperti tenaga kerja dan pendapatan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar